Selasa, 05 April 2011

pembuatan monumen demokrasi

Surabaya_kemarin tepatnya pada tanggal 11 maret 2011.Di unair kampus B di adakan acara pembuatan monumen demokrasi "Sebuah persembahan untuk Herman Hendrawan dan petrus bima Anugra", ialah salah satu aktivis yang hilang di jakarta pada tahun 1997-1998 yang di culik paks aoleh tentara orde baru yang pada waktu itu kepemimpinan berada di tang soeharto.

Pada waktu itu Herma Hendrawan bersam akomite Nasional Perjuangan Demokrasi , menyaeruhkan penurunan presiden soeharto yang telah memimpin begitu lamanya dan tak perna ada perubahan di bangsa ini. Setelah penyeruan itu Herman Hendrawan pun menghilang dan tak diketahui lagi keberadaannya . Bersama Petrus Bima Anugra yang hilang pada akhir maret 1998.

Acara pembuatan monumen perjuangan diadakan oleh para mahasiswa UNAIR dan para alumni UNAIR untuk mendesak Rektorat kampus UNAIR untuk segera membantu atau paling tidak memberi apresiasinya terhadap kedua mahasiswa tersebut.

Sabtu, 05 Maret 2011

Tragedi Penculikan aktivis 1997/1998

Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.
Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei. Pada bulan Mei 1998, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.[1]
Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.[2]

Kesimpulan Komnas HAM
Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.
Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM pada 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta.
Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.
Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis.
Tim Mawar
Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.. Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Pangab menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan berupa pembebasan tugas dari jabatannya karena ketidak mampuannya mengetahui segala kegiatan bawahannya.
Hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu adalah bahwa dari hasil pemeriksaan atas mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn.) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV Kopassus Kol. Chairawan, telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya. Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah Habibie mengeluarkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dalam temuan TGPF itu, disebutkan bahwa jika dalam persidangan anggota Kopassus tersebut terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer.
Keadaan tahun 2007
Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
1. Bambang Kristiono: dipecat
2. Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.
3. Nugroho Sulistyo Budi:
4. Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
5. Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
6. Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
7. Sauka Nur Chalid:
8. Sunaryo:
9. Sigit Sugianto:
10. Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa . Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.
Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman penjaranyapun dikurangi.
Panitia Khu¬sus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang Hilang)
Mendekati Pemilihan Umum 2009, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup lagi. Pansus juga berencana memanggil Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono yang diduga terlibat dalam kasus itu.
Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menjabat Panglima ABRI/TNI, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Assospol Kassospol ABRI.
28 September 2009, Panitia Khu¬sus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang Hilang) mere¬ko¬me¬ndasikan peme¬rintah, da¬lam hal ini Kejaksaan Agung, segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili aktor-aktor di balik penculikan aktivis pro demokrasi di tahun 1998-1999.
Isi rekomendasi
1. Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc;
2. Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM (sic) masih dinyatakan hilang;
3. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
4. Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia.


Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Penculikan_aktivis_1997/1998


" YANG HILANG dan BELUM KEMBALI "




" YANG HILANG, BELUM KEMBALI "

Tragedi penghilangan anak bangsa, mereka yang menyuarakan suara rakyat . . .

" PEMBELA RAKYAT YANG TURUN KE JALAN "...

Kekerasan NEGARA harus diungkap dan harus terungkap ....

" KEMBALIKAN MEREKA ". . .

Selasa, 07 September 2010

"Pendidikan bukan untuk menciptakan robot"

Pemberontakan Tiga Idiot



''SINGA sirkus juga belajar untuk bisa duduk di kursi hanya karena takut dicambuk. Tapi, kita tetap boleh menyebut singa itu terlatih, bukan terdidik,'' tukas Ranchhodas Chanchad di depan rektor dan teman-teman sekelasnya dalam film 3 Idiots besutan Rajkumar Hirani (2009). Meski selalu ranking pertama setiap semester, dia dianggap sebagai biang pengacau sistem.



Di perguruan tinggi nomor satu India itu, Imperial College of Engineering (ICE), para mahasiswa diajarkan untuk selalu berkompetisi secara ketat. ''Hidup adalah perlombaan,'' kata Dr Viru Shastrabhuddi, sang rektor yang oleh mahasiswanya dipanggil Virus. ''Jika kau tidak cepat, kau akan menjadi telur pecah burung Cuckoo!'' tambah dia.



Akibatnya, banyak mahasiswa stres, bahkan mengalami depresi berat. ''Ini adalah universitas, bukan panci bertekanan. Para mahasiswa ini punya hati, Pak. Bukan mesin yang bisa terus menahan tekanan di sini,'' kata Rancho tatkala seorang kakak kelasnya gantung diri lantaran terancam drop-out, setelah hasil praktikumnya ditolak. Dan menurut Rancho, itu sama saja dengan pembunuhan.



3 Idiots adalah sebuah film kritik terhadap sistem pendidikan yang terlampau mengagungkan target dan nilai, sekaligus potret kondisi pendidikan India dewasa ini yang lebih mendewakan pertumbuhan teknologi dan ekonomi. Konon, negeri itu menempati peringkat pertama dalam kasus bunuh diri pelajar.



Maka, Rancho pun memilih melawan dengan caranya sendiri dan memprovokasi teman-temannya, terutama kedua sahabatnya, Farhan dan Raju. Bagi dia, sistem pendidikan di ICE tak memungkinkan mahasiswa untuk membicarakan sesuatu yang terkait dengan terobosan baru. Sebab, dosen hanya mengajarkan apa yang ada di buku. Padahal, ilmu pengetahuan seharusnya dipahami bukan dihafal.



Dia tak sudi menjadi robot: ''Hanya omong besar, nilai, atau paling banter bekerja di Amerika. Kami bahkan tidak memperoleh pengetahuan di sini, Pak. Kami hanya diajari bagaimana mendapatkan nilai bagus.'' Kepada teman-temannya, dia juga sering mengatakan bahwa ilmu bisa diraih di mana pun, tak hanya di bangku sekolah.



Kurikulum Manusia Pantat



KENDATI bicara soal India dengan gaya satirnya yang khas, toh sebetulnya kondisi sosial yang diangkat film itu tak berbeda jauh dari kondisi kita. Banyaknya orang tua di sana yang menginginkan anaknya jadi insinyur dan dokter, misalnya, notabene mengingatkan kita pada cita-cita keramat yang ditanamkan kepada anak-anak Indonesia.



Jelas ini sebuah problem negara dunia ketiga. Tatkala rasa minder sebagai bangsa tertinggal dalam pencapaian teknologi membuat kita mengekor sikap pragmatisme Barat secara membabi-buta, selain tentunya masalah taraf kesejahteraan yang menghantui mayoritas masyarakat. Akibatnya, eksistensi manusia pun kerap diukur dari kematerian (to have) dan apa yang berhasil dilakukan (to do) daripada nilai kepribadian (to be atau being-nya). Hidup berada dalam kalkulasi statistik dan bidang eksak pun dipandang sebagai kunci kesuksesan lantaran lebih luas menyediakan lapangan kerja. Sementara itu, humanisme dan estetika terabaikan.



''Kami semua kuliah hanya untuk dapat ijazah. Tanpa ijazah, kami tak bisa bekerja! Tanpa bekerja, tak seorang ayah pun mau menikahkan anaknya! Bank tak akan memberikan kredit, dunia tak akan memandang kami. Tapi, si idiot satu itu, dia ke kampus bukan untuk ijazah, tapi untuk belajar!" tukas Farhan yang bertindak sebagai narator dalam film ini.



Toh, berkat nasihat-nasihat Rancho lah, dia dan Raju akhirnya mendapatkan pekerjaan. Juga, berani menghadapi ayahnya yang sejak dia lahir sudah menginginkan anaknya menjadi seorang master of engineer. Padahal, dia lebih menyukai satwa liar dan fotografi. ''Jika aku nanti menjadi fotografer, kemudian gajiku sedikit, rumahku kecil, mobilku kecil. Namun, aku akan bahagia, Ayah!''



Tentu 3 Idiots tak sekadar mengingatkan kita bahwa kurikulum yang membelenggu hanya akan mencetak manusia robot, tapi juga bagaimana ilmu pengetahuan adalah berkah yang harus dinikmati. Atau, kita bakal seperti Chathur, sosok pengikut teladan yang di akhir kisah harus membuka celana dan menunggingkan pantat ala ospek ICE seraya berseru, ''Oh Paduka Raja, Anda sungguh hebat. Terimalah persembahan hamba!'' sebagai tanda kekalahannya dalam taruhan. Sebab, sepuluh tahun kemudian, ternyata Rancho, anak tukang kebun yang kuliah atas nama anak majikannya itu, telah menjadi penemu terkenal (dalam nama baru) dengan 400 hak paten dan dikejar-kejar dunia.



Menjadi Manusia Indonesia



AH, bukankah di Indonesia kita punya seorang Ki Hajar Dewantara yang memandang perlunya pendidikan melingkupi segenap daya jiwa, yaitu cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (konatif)? Dengan begitu, penekanan pada keberadaan pribadi di mana aspek-aspek kemanusiaan ditumbuhkembangkan jauh lebih utama. Sebab, pendidikan yang terlampau menekankan aspek intelektual tidaklah menciptakan keutuhan perkembangan manusia.



Pendidikan yang humanis mesti melihat pentingnya pelestarian eksistensi manusia; membantu manusia jadi lebih manusiawi dan berbudaya. Dengan demikian, yang dihasilkan adalah manusia berkepribadian merdeka secara politis, ekonomis, dan spiritual.



Pendirian Taman Siswa seyogianya bertujuan membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan kemerdekaan dalam hati setiap manusia melalui media pendidikan yang berlandaskan aspek-aspek nasional sekaligus universal. Sebuah sistem pendidikan yang tak mengasingkan manusia dari kebudayaan dan lingkungannya. Metode pendidikan yang cocok dengan itu adalah sistem among. Metode yang berdasar asih, asah, dan asuh: ''Ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani".



Adalah keliru jika lembaga pendidikan menganggap dirinya sebagai penentu gagal tidaknya seorang anak, sekolah tak berhak menjadi perumus masa depan. Sekolah hanya menjalankan fungsi memanusiakan manusia. Maka, dengan mengubah namanya sendiri, Ki Hajar Dewantara pun menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria, dari kesatria berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa kesatria.



''Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa. Jadilah orang besar, kesuksesan akan mengikutimu.'' Atau, ''Jadilah apa pun menurut hatimu!'' kata Rancho. ''Karena aku mencintai mesin, mekanika adalah jiwaku. Tahukah kau, apa jiwamu?'' tanyanya kepada Farhan.



Di sinilah, pendidikan sesungguhnya berperan sebagai sarana pembebasan, bukan sebaliknya. Yakin pasti ada perusahaan yang membutuhkan manusia, bukan mesin untuk bekerja, mahasiswa cerdas itu pun bertaruh dengan sang rektor jika kedua karibnya yang mendapat ranking buncit bakal memperoleh pekerjaan layak.



Lantas siapa sebetulnya yang harus disalahkan ketika di tanah air sekarang ini banyak yang mengeluhkan tingginya angka siswa tak lulus ujian nasional (unas)? Kendati kurikulum kita silih berganti, dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), lalu entah apa lagi namanya. Adakah sebuah kelulusan harus ditentukan lewat unas, padahal penilaian tak hanya dilakukan pada kemampuan daya pikir tetapi juga tingkah laku dan budi pekerti anak didik?



Yang jelas, jika ingin lebih terhormat, Indonesia memang layak belajar dari India bagaimana mengirim migrant labour dengan kualifikasi bidang teknologi dan informasi, tidak cuma melulu pembantu rumah tangga. Toh, kita tak mau disebut sebagai bangsa babu, kan? (*)



*) Sunlie Thomas Alexander , aktivis Bale Sastra Kecapi dan Periset Parikesit Institute Jogjakarta

Tuntut Keterlibatan Siswa dalam Pengambilan Kebijakan Sekolah !!

Salam Pelajar . .Salam Kejayaan Untuk Kita . . .

Salam Kawan. . . kembali kita dari SPS menuliskan sebuah Nota yang berisi tentang sebuah pandangan mengenai pengambilan kebijakan sekolah yang belum mencerminkan wujud demokratis. Tak diragukan lagi jika selain DEWAN GURU dan Pengurus Sekolah, SISWA merupakan KOMPONEN terpenting di dalam lingkup pendidikan di Sekolah ?? Benarkah semua itu ?? . Tentu kita semua sebagai siswa akan menjawab " YA".



Dewasa ini kawan, Semuanya tak sama seperti yang kita harapkan, banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah tanpa ada campur tangan dan suara dari siswanya, biasanya kita hanya dikasih kertas selebaran yang berisi info tentang kebijakan tersebut tanpa pertanyaan apakah kita setuju atau tidak dengan program tersebut,bahkan tak jarang kita sendiri merasa "TERPAKSA" dengan keadaan yang telah di buat melalui kebijakan tersebut.Sederhananya adalah kasus kenaikan SPP di beberapa sekolah menurut pemantuan tim kami ditemukan bahwa pemngambilan kebijakan kenaikan SPP diputuskan sepihak oleh pihak sekolah tanpa mengajak pertisipasi SISWA,siswa baru tahu saat kebijakan tersebut telah diputuskan dan telah di sosialisasikan melalui berbagai cara sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah dan masih banyak kebijakan-kebijakan sekolah lainnya yang diputuskan sepihak, tanpa ada partisipasi dari siswa dalam pengambilan keputusan kebijakan sekolah. Hal ini jelas-jelas telah menggambarkan bahwa saat ini DEMOKRASI SISWA telah DiKEBIRI dan SUARA - SUARA PELAJAR telah TERPINGGIRKAN oleh SISTEM PEMBODOHAN !!!



Hari ini kawan, kita tuntut kembali HAK DEMOKRASI kita yang telah dirampas dengan PAKSA. Kita PELAJAR punya sisi INTELEKTUAL,Kita bukan KERBAU kawan yang bisa terus-menerus bisa mereka BOHONGI dengan SISTEM PEMBODOHAN yang selama ini kita sadari.Saatnya kawan kita belajar untuk BERANI berkata "TIDAK" jika memang "TIDAK" dan MELAWAN JIKA d'TINDAS, KITA PUNYA HAK UNTUK MENYUARAKAN HATI NURANI KITA dan KITA JUGA PUNYA HAK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEBIJAKAN SEKOLAH, Jika kita mencari momen yang tepat untuk sekedar meringankan beban pundak ORTU, mungkin ini momen yang tepat karena jika kita hanya bisa DIAM dan MENERIMA begitu saja semuanya maka HAK-HAK kita akan terus dikebiri dan terus seperti ini, sedangkan ORTU kita juga merasakan akibat dari adanya KEBIJAKAN yang LAHIR DENGAN MERAMPAS HAK DEMOKRASI KITA TERSEBUT .



AYO KAWAN KEMBALI KITA REBUT HAK DEMOKRASI KITA !!!


Kita bangun PENDIDIKAN di INDONESIA dan WUJUDKAN PENDIDIKAN UNTUK SEMUA ANAK BANGSA!!





SALAM PELAJAR !!

Minggu, 08 Agustus 2010

Kekerasan dalam Dunia Pendidikan




DARI : MALUKU

Guru SMP Lakukan Kekerasan terhadap Siswa
Seorang guru yang mengajar di SMP Negeri 1 Sibolga mendapat protes keras dari orang tua murid. Pasalnya, guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berinisial R itu melakukan tindak kekerasan terhadap seorang murid di sekolah tersebut.


Akibatnya, Dedi Sanjaya Manalu (13) yang menjadi korban pemukulan tersebut mengalami pusing dan sakit pada bagian belakang telinganya. Menurut siswa kelas satu SMP Negeri 1 Sibolga, rasa pusing dan sakit tersebut akibat ditampar atau ditempeleng oleh R.


Perbuatan oknum guru itu akhirnya diketahui oleh orang tua murid. Mereka protes dan meminta kepada pihak sekolah memberikan sanksi tegas kepada R yang telah melakukan kekerasan terhadap murid.


Kepada Global, Dedi Sanjaya Manalu yang ditemui di kediaman orangtuanya di Kampung Kelapa, Sibolga, Rabu (3/2) menuturkan, peristiwa pemukulan itu terjadi Selasa (26/1) lalu, saat seluruh siswa sedang berbaris di halaman sekolah sebelum masuk ke dalam kelas.


Menurut Dedi, saat itu dia mengatakan "Pie kabare" kepada rekannya, Andri. Karena dianggap lucu, perkataan itu langsung direspons Andri dengan tertawa. Melihat Dedi tersenyum saat berbaris, R segera memerintahkan Dedi berdiri di depan barisan. R lalu menampar pipi kanan dan kiri Dedi secara berulang di depan teman-temannya yang sedang berbaris.


Tidak sampai di situ, Dedi pun disuruh berdiri di depan tiang bendera, sementara murid lainnya dipersilakan masuk ke ruang kelas untuk mengikuti pelajaran. Karena tidak tahan dijemur diterik panas matahari, Dedi pun beranjak dan berniat masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran setelah setengah jam berdiri di halaman sekolah. Mengetahui Dedi beranjak dari halaman sekolah, R yang kebetulan mengajar di kelasnya tidak mengizinkan masuk.


"Saya baru dipersilakan masuk jika orang tua saya datang menghadap ke sekolah," tutur anak yatim yang sudah ditinggal ibunya ini.


Mengetahui hal tersebut, Almen Manik (43) alias Kancil, spontan marah dan tidak terima atas perbuatan tersebut.


R saat dikonfirmasi membenarkan penamparan yang dilakukannya terhadap Dedi Sanjaya Manalu. R terpaksa menampar Dedi karena perlakuannya dianggap tidak mematuhi perintah guru.


"Saat itu habis menyanyikan lagu wajib atau lagu nasional, saya melihat Dedi asyik tertawa, kemudian saya tegur dan nasihati. Dedi bukannya mengerti, malah asyik saja tertawa seolah-olah teguran itu bukan ditujukan kepadanya," kata R.


Dari : Bandung


Jumat, 05/03/2010 - 14:54

SOREANG, (PRLM).- Keluarga Dini Nurwulan (16), siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Karya Pembangunan (KP) di Jl. Terusan Kopo Margahayu, melaporkan tindakan kekerasan fisik yang dialami putrinya ke Polsek Margahayu, Jl. Taman Kopo Indah, Margahayu. Tindakan kekerasan yang dilaporkan tersebut berupa tendangan di bagian ulu hati oleh IM, satpam sekaligus penjaga kantin SMA KP.

Ditemui di kediamannya di Kp. Ceuri RT 1 RW 13 Desa Katapang, Kec. Katapang, Kab. Bandung, Jumat (5/3), ayah Dini, Cucu Subarna (41), bercerita mengenai insiden yang dialami putrinya. Menurut dia, kejadian bermula saat Dini meminta ijin untuk membeli pembalut wanita ketika jam pelajaran berlangsung, pukul 09.30 WIB.

"Anak saya meminta ijin kepada guru yang bernama Niknik di dalam kelas dan diijinkan. Lalu dia keluar dan meminta ijin kepada IM agar dibukakan pintu gerbang, tapi yang terjadi malah IM tidak memberikan kunci. IM kemudian mendorong kepala anak saya sebanyak tiga kali dan menendangnya di bagian ulu hati," kata Cucu.

Akibat kejadian tersebut, lanjut Cucu, anaknya kini sering mengeluh sakit di bagian ulu hati. Keluarga Dini kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Margahayu, Senin (1/3) pukul 15.00 WIB.

"Lalu anak saya terjatuh ke belakang dan kepalanya terbentur. Ketika sadar, dia menelefon dan minta dijemput," ujar Cucu.

Ibu Dini, Lilis Isnawati (34), kemudian menjemput Dini di ruang guru. "Saat itu anak saya cuma menangis, dia baru cerita tentang kejadian yang menimpanya waktu sampai di rumah," kata Lilis.

Keesokan harinya, Dini masuk seperti biasa ke sekolah. "Namun perlakuan yang didapatkan berupa sindiran dan pengucilan yang diterimanya di sekolah membuat anak saya kapok, akhirnya sampai hari ini dia hanya di rumah," ucapnya.

Pihak perwakilan keluarga, sambung Cucu, datang ke sekolah pada Rabu (3/3). "Kami kecewa karena malah diusir dan ada salah seorang guru yang mengatakan Dini bisa dikeluarkan dari sekolah," kata Cucu.

Mendapatkan perlakuan seperti itu, Cucu mengatakan bahwa ia tidak ikhlas jika anaknya kembali bersekolah di SMA KP. "Lebih baik anak saya di rumah saja daripada mendapatkan perlakuan seperti itu. Inginnya memindahkan sekolah Dini, tapi kami belum punya biaya," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang guru yang enggan disebutkan namanya ketika ditemui wartawan di SMA KP, Jumat (5/3) sekitar pukul 10.30 WIB, menolak membukakan pintu gerbang. Hingga satu jam kemudian, pihak sekolah juga tidak memberikan keterangan resmi sehubungan dengan kejadian ini.

Kapolres Bandung Ajun Komisaris Besar Imran Yunus melalui Kapolsek Margahayu Ajun Komisaris Edi Elizon Syam mengatakan, masih melakukan proses pemeriksaan terhadap kasus ini. "Kami sudah memanggil penjaga sekolah yang dilaporkan, bekas kekerasan fisik terhadap korban juga sulit ditemukan, sekarang kami sedang menunggu hasil visum dari RS Lanud Sulaeman," katanya. (A-175/kur)***

Selasa, 27 Juli 2010

PENDIDIKAN GRATIS

PENDIDIKAN GRATIS

Impian masyarakat akan datangnya pendidikan gratis yang telah ditunggu-tunggu dari sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia telah muncul dengan seiring datangnya fenomena pendidikan gratis untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Fenomena pendidikan gratis ini memang sangat ditunggu-tunggu, pasalnya Pemerintah mengeluarkan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) untuk menutupi harga-harga buku yang kian hari kian melambung, sumbangan ini itu, gaji guru yang tidak cukup dan biaya-biaya lainnya.

Pro Kontra Pendidikan Gratis

Dilihat dari perkembanganya, fenomena ini tidak lepas dari pro dan kontra. Bagi yang pro dengan program-program itu mengatakan bahwa itu adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan penurunan angka anak putus sekolah, sekolah gratis bagi orangtua bisa mengurangi beban pikirannya untuk masalah biaya pendidikan dan tidak ada lagi anak-anak yang tidak boleh ikut ujian hanya karena belum bayar iuran sekolah. Sedangkan yang kontra berkata pemerintah bagaikan pahlawan kesiangan, Hal ini dikarenakan telah ada yang lebih dulu melakukan hal tersebut, yaitu LSM-LSM yang concern pada bidang pendidikan dan penanganan masyarakat tak mampu. Adanya kurang rasa harus sekolah, kesadaran akan pendidikan sangat kurang, anak lebih mementingkan pekerjaan dari pada harus sekolah yang tidak mengeluarkan apa-apa. Biaya pendidikan gratis hanya sampai dengan Sekolah Menengah Pertama sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas tidak. Sedangkan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Ataslah yang merupakan tombak utama dan usia yang mapan untuk mencari pekerjaan serta penghasil devisa negara.

Sekolah menjadi bermutu karena ditopang oleh peserta didik yang punya semangat belajar. Mereka mau belajar kalau ada tantangan, salah satunya tantangan biaya. Generasi muda dipupuk untuk tidak mempunyai mental serba gratisan. Sebaiknya mental gratisan dikikis habis. Kerja keras, rendah hati, toleran, mampu beradaptasi, dan takwa, itulah yang harus ditumbuhkan agar generasi muda ini mampu bersaing di dunia internasional, mampu ambil bagian dalam percaturan dunia, bukan hanya menjadi bangsa pengagum, bangsa yang rakus mengonsumsi produk. Paling susah adalah pemerintah menciptakan kondisi agar setiap orangtua mendapat penghasilan yang cukup sehingga mampu membiayai pendidikan anak-anaknya.

Tidak hanya murid saja melainkan guru yang terkena imbas dari pendidikan gratis ini. Kebanyakan dari guru sekolah gratisan mengalami keterbatasan mengembangkan diri dan akhirnya akan kesulitan memotivasi peserta didik sebab harus berpikir soal ”bertahan hidup”. Lebih celaka lagi jika guru berpikiran : pelayanan pada peserta didik sebesar honor saja. Jika demikian situasinya, maka ”jauh panggang dari api” untuk menaikkan mutu pendidikan.

Sekolah, terutama sekolah swasta kecil, akan kesulitan menutup biaya operasional sekolah, apalagi menyejahterakan gurunya. Pembiayaan seperti listrik, air, perawatan gedung, komputer, alat tulis kantor, transpor, uang makan, dan biaya lain harus dibayar. Mencari donor pun semakin sulit. Sekolah masih bertahan hanya berlandaskan semangat pengabdian pengelolanya. Tanpa iuran dari peserta didik, bagaimana akan menutup pembiayaan itu.

Kualitas Pendidikan vs Pendidikan Gratis

Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, penurunan minat belajar para siswa, dan penurunan tingkat kinrerja guru dalam kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan. Untuk itu bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun kini para guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru. Tahun 2009 ini pemerintah telah memutuskan untuk memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Sehingga akan tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurang-kurangnya berpendapatan Rp. 2 juta.
Dari dana BOS yang diterima sekolah wajib menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), pembelian buku teks pelajaran, biaya ulangan harian dan ujian, serta biaya perawatan operasional sekolah.

Sedangkan biaya yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memiliki biaya besar, seperti: study tour (karyawisata), studi banding, pembelian seragam bagi siswa dan guru untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah), serta pembelian bahan atau peralatan yang tidak mendukung kegiatan sekolah, semuanya tidak ditanggung biaya BOS. Dan pemungutan biaya tersebut juga akan tergantung dengan kebijakan tiap-tiap sekolah, serta tentunya pemerintah akan terus mengawasi dan menjamin agar biaya-biaya tersebut tidak memberatkan para siswa dan orangtua. Bagaimana jika suatu waktu terjadi hambatan atau ada sekolah yang masih kekurangan dalam pemenuhan biaya operasionalnya? Pemerintah daerah wajib untuk memenuhi kekurangannya dari dana APBD yang ada. Agar proses belajar-mengajar pun tetap terlaksana tanpa kekurangan biaya.

Melihat kondisi diatas, semua itu adalah usaha pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya dalam hal ekonomi dan pendidikan, tapi alangkah baiknya tidak memberlakukan sekolah gratis melainkan sekolah murah, dan program bea siswa. Mengapa sekolah harus murah. Diantaranya; sekolah murah adalah harapan semua orang, tidak hanya para murid dan orangtuanya, namun juga para guru selagi kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sekolah murah dalam banyak hal bisa menyenangkan, tanpa dibebani tanggungan biaya sekolah sang anak yang mahal, orangtua dapat tenang menyekolahkan anaknya dan urusan pencarian dana untuk memenuhi kebutuhan keluarga lebih dikosentrasikan kepada kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sang anak pun bisa tenang melakukan aktivitas pendidikan, sebab tidak lagi merasa menjadi beban bagi orangtua.

Dan bukankah suasana yang menyenangkan salah satu faktor terpenting dalam proses belajar-mengajar? Bagaimana peserta didik dapat belajar dengan baik jika konsentrasinya harus terbagi memikirkan dana sekolahnya yang belum terlunasi orangtuanya. Ataupun waktu di luar sekolahnya harus terbagi untuk membantu orangtuanya mencari tambahan penghasilan. Tidakkah kasus murid-murid yang bunuh diri karena biaya sekolah yang mencekik belum menjadi peringatan?

Adanya sekolah murah yang dana aktivitas pendidikannya terbanyak atau sepenuhnya ditanggung pemerintah, bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan peran dan keberadaan pemerintah. Kebijakan-kebijakan pemerintah akan segera didengar dan dipatuhi masyarakat selagi masyarakat benar-benar merasa pemerintah berada di pihak mereka dan berusaha menyejahterahkan masyarakatnya. Sebaliknya, pemerintah pun akan memiliki bargaining politik yang kuat. Salah satu prasyarat pemerintahan yang kuat dan berdaulat adalah harus mendapatkan cinta dari rakyatnya. ***